Di tengah kehidupan mahasiswa zaman sekarang yang serba mewah, ternyata masih ada mahasiswa yang menunjukkan kesederhanaan dalam kesehariannya. Adalah Asnawi, pemuda asal Bangka yang justru nggak pernah malu berjualan gorengan keliling untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai kuliahnya. Ia sama sekali nggak pernah terpengaruh dengan gaya hidup mahasiswa masa kini yang sibuk beraktualisasi diri lewat media sosial demi bisa eksis di lingkungannya.
Sebaliknya, pemuda mandiri yang biasa dipanggil Awi ini punya kemantapan hati untuk bisa menyelesaikan kuliah di tengah himpitan ekonomi keluarganya. Bertahun-tahun lamanya Awi menjalani kehidupannya sebagai penjaja gorengan, hingga kini ia telah berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan meraih IPK 3,39 lewat perjuangannya tersebut. Mengharukan, ya?
Awi berjualan gorengan untuk membantu perekonomian keluarganya, ia harus rela berhenti sekolah dan memendam cita-citanya sembari menunggu waktu yang tepat
Tahun 2006 adalah titik awal Awi untuk memulai usaha gorengannya. Waktu itu, ia harus mengesampingkan keinginannya untuk melanjutkan sekolah ke SMA. Setelah lulus SMP, ia ikut kedua orang tuanya merantau dan berpindah-pindah tempat untuk berjualan gorengan.
Kesempatan itu datang pada tahun 2009, akhirnya Awi bisa melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMA. Meski usianya sudah bukan selayaknya untuk duduk di bangku SMA, Awi tetap bersyukur dan menjalani kesempatan itu dengan baik. Bahkan pada tahun 2010, ia dipercaya sekolahnya untuk mengikuti pogram pertukaran pelajar ke SMKN 7 Yogyakarta. Dari sanalah Awi berkeinginan untuk bisa kuliah di Yogyakarta kelak.
Keinginannya untuk melanjutkan pendidikan tinggi di Yogyakarta disambut baik oleh keluarganya. Berkat kemauan dan usaha kerasnya, cita-cita Awi akhirnya kesampaian untuk melanjutkan pendidikan di Yogyakarta. Ia diterima menjadi mahasiswa Jurusan Ekonomi di UMY dari hasil tabungannya berjualan selama ini.
‘Kuliah-jualan-kuliah-jualan’ setiap hari Awi lakukan demi memenuhi kebutuhan hidup dan membiayai kuliahnya
Setelah diterima menjadi mahasiswa, Awi bertekad untuk lebih giat mencari penghasilan yang didapatnya dari hasil berjualan untuk bisa mencukupi kebutuhan dan juga membiayai kuliahnya. Untuk menjalani kegiatan kuliah dan berjualan, Awi pintar mengatur waktunya. Setiap hari ia harus bangun pukul 04.00 pagi untuk mulai menyiapkan bahan dagangan usai salat subuh. Lantas Awi pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan dagangan dan meracik bumbunya sendiri. Pukul 06.45, ia harus sudah menyelesaikan persiapan dagangannya sebelum berangkat kuliah.
Sepulang kuliah pada pukul 12.30, Awi mulai membuat adonan gorengan lalu menjajakannya dengan berkeliling kampung hingga sekitar kampusnya. Sekitar pukul 18.00 Awi menyelesaikan jualannya dan kembali ke kost. Kemudian ia melanjutkan aktivitasnya dengan mengikuti perkuliahan malam. Sementara kalau nggak ada kuliah, waktunya ia gunakan untuk belajar atau mengerjakan tugas. Sebelum tidur, Awi sudah terbiasa menyempatkan diri untuk mengecek peralatan dagangannya. Di akhir pekan, ia meliburkan diri untuk refreshing dan beristirahat.
Pada semester ke-3, Awi mengaku sempat nggak kuat dan ingin menyerah. Waktu itu Awi belum berjualan gorengan, ia sempat berjualan pempek dan mi ayam tetapi nggak begitu laku terjual. Namun berkat dorongan orang tuanya, Awi kembali bangkit dan beralih usaha dengan menjual gorengan. Bersyukur, keuntungan rata-rata yang didapatkan Awi setiap harinya mencapai 300 ribu rupiah. Perlahan usahanya mulai naik, dari hasil keuntungannya ini Awi mampu membiayai hidup dan pendidikannya sendiri, tanpa memberatkan orang tuanya sedikitpun.
Sebagai ungkapan syukur atas keberhasilannya, Awi membawa jualan gorengan lengkap dengan pikulannya untuk dibagi-bagikan saat wisuda
Ada pemandangan menarik di tengah-tengah riuhnya perhelatan wisuda periode II yang digelar Sabtu lalu di Sportorium UMY. Awi berada di tengah kerumunan orang-orang yang menghadiri acara tersebut. Rupanya ia membawa dagangan gorengan berikut pikulannya dengan mengenakan toga.
Awi pernah bernazar, jika lulus nanti, ia akan pakai toga dengan membawa dagangan ke kampus. Setelah apa yang diusakannya tersebut berbuah hasil manis, berhasil lulus dan mendapat gelar sarjana, Awi pun nggak tanggung-tanggung membawa dagangannya tersebut untuk memenuhi janjinya. Uniknya, dagangan itu bukan lagi dijual seperti hari-hari biasanya, namun dibagikan kepada orang-orang yang datang di acara wisuda, baik mahasiswa, orang tua mahasiswa, petugas satpam hingga tukang parkir. Awi ingin menunjukkan ke banyak orang bahwa penjual gorengan juga bisa membiayai kebutuhan hidup dan menyelesaikan kuliah. Sama seperti mahasiswa lain yang nasibnya lebih baik dari dirinya.
“Saya nggak mau disebut miskin hanya karena jualan gorengan, justru ini yang membuat saya bisa bertahan hidup hingga lulus sarjana…”
Sebagai orang yang hidup di tengah-tengah keluarga yang sangat berkecukupan, Asnawi mempunyai prinsip yang kuat. Awi mengaku nggak ingin disebut miskin selama ia masih bisa membiayai hidup sendiri. Selama ia masih mampu bekerja dan menghasilkan karya, pekerjaan apapun akan dilakukannya dengan sungguh-sungguh dan pantang menyerah, termasuk harus berjualan gorengan keliling.
Beberapa kali Awi disarankan untuk mengikuti program beasiswa dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu. Namun, Awi selalu menolak dengan cara halus karena ia merasa masih mampu membiayai hidup dan membayar kuliah. Baginya, beasiswa tersebut akan lebih layak untuk diberikan kepada orang-orang yang lebih berhak, mereka yang lebih kurang beruntung dari dirinya. Prinsip inilah yang ia pegang hingga akhirnya mampu membawanya menjadi seorang sarjana.
Awi, sang penjual gorengan saja menolak dikasihani. Kamu?
Setelah meraih gelar sarjana, Awi ingin meneruskan S2 ke luar negeri. Bermodalkan jualan gorengan saja bisa sesemangat ini. Kamu bagaimana?
Meraih gelar menjadi seorang Sarjana Ekonomi bukan menjadi titik akhir pencapaian Awi. Di tengah kehidupan dan keluarganya yang kurang berkecukupan, ia masih punya semangat tinggi untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi. Bahkan melanjutkan S2 ke luar negeri. Selain itu, Awi juga ingin menjadi pengusaha dan membuka perusahaan sendiri.
Untuk mewujudkan impiannya tersebut, Awi berencana akan pulang kampung sambil mencari pekerjaan di samping berjualan gorengan untuk modal kuliah. Ia juga tengah berusaha dengan mencari informasi untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Menjadi seorang penjual gorengan keliling nggak menjadi halangan untuknya bisa mewujudkan cita-citanya sebagai seorang pengusaha sukses dan berpendidikan tinggi.
Kisah Asnawi mengingatkan kita bahwa untuk bisa mewujudkan suatu keinginan, diperlukan pengorbanan besar yang disertai kesungguhan dan semangat pantang menyerah. Kalau Asnawi saja rela berjualan gorengan demi bisa menyelesaikan kuliahnya, kamu yang masih minta jatah orang tua, apa kabar skripsinya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar